Artikel Populer Bulan Ini
Penghormatan Untuk (alm) Dokter Bob Ichsan Masri
Tulisan ini untuk para suami yang pernah merasakan dinginnya dinding rumah sakit yang bisa membuat hipotermia dan sesak nafas, lorong panjang yang menjadi sangat hening diantara keriuhan saat menanti istri dan janin dalam kandungannya sedang berjuang diujung nyawa.
Kamis adalah hari kelahiran saya, dan Kamis 28 Februari 2013 juga hari kelahiran jagoan kecil kami Dahayu Hadiya Raji, yang kalau diartikan perempuan cantik dan cerdas hadiah dari Tuhan yang akan jadi penuntun jalan bagi Raji (Rachmawan dan Fajri, nama belakang kami). Walau kini Dayu jagoan kami sudah di surga, kami tetap merasakan kehadirannya untuk selalu menjadi media penjaga agar kami selalu tetap berada di jalan yang di berkahi oleh Allah Subhanahuwata’ala.
sumber foto: https://www.freepik.com/free-photo/beautiful-female-doctor-sitting-her-office-near-ultrasound-sc_15762472.html |
Saya tidak akan banyak bercerita mengenai Dayu (mungkin lain waktu), yang ingin saya bagikan adalah pengalaman kami saat bertemu dengan dokter persalinan Dayu, yaitu (alm) Bob Ichsan Masri. Iya, beliau juga sudah pergi untuk kembali kepada sang khalik di bulan Ramadan 1443 hijriah, April 2022 Masehi. Sebuah kabar duka yang membuat saya ingin menuliskan cerita ini.
Umur tiada yang menduga, padahal Ramadan tahun lalu, saya dan istri berbuka puasa bersama dengan dr.Bob di klinik beliau di kawasan Utan Kayu saat istri sedang persiapan tindakan untuk kuret. Masih teringat hidangan sop iga sapi dan somaynya.
Klinik Duta Merlin Harmoni
Saya akan flashback sejenak, bagaimana awal pertemuan kami dengan dr. Bob Ichan Masri. Rabu 27 Februari 2013, saya bersama istri akhirnya mendapatkan jadwal kontrol ke klinik pertama dr.Bob Ichsan di ruko daerah Duta Merlin Harmoni. Kami mendapat referensi dari kawan dan melihat beberapa testimoni mengenai klinik dr.Bob, yang memberikan pelayanan dengan harga terjangkau tapi dengan usaha yang maksimal.Sudah banyak orang dari berbagai lapisan masyarakat yang terbantu oleh dr. Bob Ichsan Masri dan kliniknya. Untuk bisa konsultasi di klinik ini tidak mudah, harus datang pagi untuk ambil antrian dan datang kembali sore hari untuk periksa. Siapa cepat dia dapat, hanya dibatasi kalau tidak salah 20-30 orang perhari.
Bagi yang pertama kali datang ke klinik dr.Bob di Duta Merlin, pasti ada terbersit keraguan. Pintu depannya tidak tampak layaknya sebuah klinik, banyak terparkir motor, satu tempat disisakan untuk parkir mobil dr. Bob Ichsan Masri. Cat gedung yang sudah nampak pudar dan dari depan hanya ada plang nama kecil bertuliskan Obginozone Health Center kombinasi warna hijau, ungu dan putih.
Lantai pertama adalah pendaftaran, lantai kedua ruang periksa dan lantai ketiga ruang rawat inap. Maaf kalau saya salah detilnya, karena sudah cukup lama. Tapi kalau kita bertanya ke semua orang yang ada dikawasan ruko Duta Merlin, pasti tahu lokasi klinik ini. Jujur setelah kliniknya pindah ke Utan Kayu, kondisinya jauh lebih bagus dan nyaman untuk para pasien yang datang.
Saat jumpa pertama kali, impresi kami mengenai dr Bob Ichsan Masri adalah sosok yang ceplas-ceplos, ngomongnya kadang lo-gue dan senang ngobrol. Karakter dokter yang selalu mengusahakan kelahiran normal macam ini cocok untuk kami, saya yang kadang kurang puas sama dokter yang diam saja, istri yang saat itu bekerja sebagai wartawan group media besar nasional juga sangat nyaman, ketika semua pertanyaan kami dijawab dengan sangat sederhana.
Banyak celetukan atau pemikiran dr. Bob yang nyeleneh, kalo gampang emosian pasti gak bakal balik lagi. Kami sih nyaman, terlebih dr. Bob Ichsan Masri kalau kita ajak disksui (lebih tepatnya debat) masih mau mendengarkan walau tetap mempertahan pendapatnya dengan alasan yang jelas.
Kami pun coba menuju kamar mandi, tak berapa lama, belum sempat kami turun dari kasur, cairan merah gelap tiba-tiba keluar dengan sangat deras. Seketika kami panik, dan memanggil suster. Dari raut wajah suster pun saya bisa membaca kalau mereka panik. Disaat itu, naluri saya membaca, ini bukan kejadian yang biasa.
Dikondisi tersebut, saya tidak bisa berfikir banyak hanya mengikuti instruksi suster yang langsung mengerubungi tempat tidur kami. Setidaknya ada 3-4 suster yang menangani istri. Kain batik, baju daster istri sudah habis untuk mengelap darah yang terus menetes dilantai klinik.
Sore itu, dr.Bob datang tepat waktu dikilinik karena di Rs.Kartika tempat beliau praktek, sedang tidak ada penanganan darurat. Kedatangan dr. Bob Ichsan Masri memang tidak menentu, menunggu selesai jadwal di Rs Kartika, tapi pasti datang ke klinik Duta Merlin.
Dr Bob langsung ambil alih tindakan, secara detil saya tidak ingat apa yang terjadi diruangan tindakan. Saya seperti zombie, hanya bisa melihat istri yang banyak kehilangan darah, memegang kakinya yang mulai dingin dan menatap wajahnya yang tidak terlihat kesakitan malah cenderung tenang.
Justru bapak yang menceritakan apa saja yang terjadi diruang tindakan setelah Dahayu lahir dengan selamat.
“Dokternya canggih, tangan kanan dan kiri Wawa dipasang infus, lalu infusnya di press menggunakan alat tensi manual” Jujur saya ragu apakah benar, atau bapak saya juga panik jadi salah lihat. Tapi saya berasumsi tindakan tersebut agar cairan infusnya bisa lekas masuk untuk menggantikan cairan dan darah yang terlanjur keluar sangat banyak.
“Apa yang ibu rasakan” Kalimat ini yang yang sering saya dengar keluar dari mulut dokter, untuk menganalisa kondisi istri. Beruntung istri tipikal yang aktif berkomunikasi, dan selalu bisa mendeskripsikan kondisi tubuhnya. Dan ini sangat penting, jadi buat siapapun dalam kondisi darurat dalam penangan dokter, harus update apa yang dirasakan agar tenaga medis paham kondisinya, ketimbang meraung-raung kesakitan.
“Saya ngantuk dok” Ujar istri.
“Jangan tidur ya bu” Sahut dr.Bob, disusul para suster yang bergantian mengajak berkomunikasi menjaga agar istri tidak tertidur.
Sepersekian detik nafas ini tercekat, satu hal yang harus saya lakukan saat ini adalah menelpon Ayah Ibu di Kreo untuk mengabarkan kondisi istri. Tapi saya harus bilang apa? Saya tidak mau membuat semua panik, tapi dalam kondisi seperti ini doa orang tua sangat kami butuhkan untuk menenangkan hati ini dan menepis prasangka buruk.
“Ibu minta doanya ya, Wawa lagi ada tindakan dokter karena pendarahan. Pokoknya doakan saja” Kata saya singkat, bukan tidak ingin menjelaskan secara detil, tapi saya tidak kuat menahan suara yang mulai bergetar dan air yang mulai turun dari sudut mata. Sambil bersandar didinding klinik.
Saat dewasa saya jarang menangis, sampai masih ingat momen apa saja saya menangis selain saat Istri dalam kondisi kritis. Dua diantaranya adalah ketika Mamah dan Dayu kembali kepada sang Khalik.
Dinding klinik yang terbuat dari batu bata terasa lemah menopang senderan tubuh saya yang tiba-tiba lunglai duduk dilantai setelah menelpon ibu. Tidak butuh lama, untuk saya berdiri dan kembali masuk kedalam ruang tindakan.
Suasana jauh lebih tenang, Bapak masih memegang tangan istri, pergerakan suster jauh lebih santai sambil membersihkan ruangan sesekali mengecek kondisi istri. Tapi saya tidak melihat dokter Bob Ichsan Masri.
“Istri bapak sudah stabil tapi harus segera dirujuk ke RS Kartika Pulomas, Bayinya masih selamat didalam kandungan, tapi dia kini harus berjuang sendirian tanpa ada asupan makanan dan oksigen”. Mendegar penjelasan dokter, kepanikan yang sempat reda kini kembali memuncak. Membayangkan si kecil Dayu berjuang hidup sendirian didalam perut ibunya.
Sanggupkah dia bertahan? Alhamdulillah Dayu bisa bertahan, walau efeknya ada keterlambatan gerak di sensor motorik otak karena tidak ada asupan oksigen dan makanan selama beberapa waktu.
“Saya shalat maghrib dulu ya pak” Ujar dr. Bob IChsan Masri sesaat kami sudah standby di mobil pribadi dokter (kalau tidak salah merk Nissan Serena) yang sudah disetting sedemikan rupa agar istri nyaman. Ada tabung oksigen 1 kubik yang diikat kebagian tengah mobil, infusan yang di gantung dan satu suster yang menemani sambil membawa berkas.
Bagi yang pertama kali datang ke klinik dr.Bob di Duta Merlin, pasti ada terbersit keraguan. Pintu depannya tidak tampak layaknya sebuah klinik, banyak terparkir motor, satu tempat disisakan untuk parkir mobil dr. Bob Ichsan Masri. Cat gedung yang sudah nampak pudar dan dari depan hanya ada plang nama kecil bertuliskan Obginozone Health Center kombinasi warna hijau, ungu dan putih.
Lantai pertama adalah pendaftaran, lantai kedua ruang periksa dan lantai ketiga ruang rawat inap. Maaf kalau saya salah detilnya, karena sudah cukup lama. Tapi kalau kita bertanya ke semua orang yang ada dikawasan ruko Duta Merlin, pasti tahu lokasi klinik ini. Jujur setelah kliniknya pindah ke Utan Kayu, kondisinya jauh lebih bagus dan nyaman untuk para pasien yang datang.
Saat jumpa pertama kali, impresi kami mengenai dr Bob Ichsan Masri adalah sosok yang ceplas-ceplos, ngomongnya kadang lo-gue dan senang ngobrol. Karakter dokter yang selalu mengusahakan kelahiran normal macam ini cocok untuk kami, saya yang kadang kurang puas sama dokter yang diam saja, istri yang saat itu bekerja sebagai wartawan group media besar nasional juga sangat nyaman, ketika semua pertanyaan kami dijawab dengan sangat sederhana.
Banyak celetukan atau pemikiran dr. Bob yang nyeleneh, kalo gampang emosian pasti gak bakal balik lagi. Kami sih nyaman, terlebih dr. Bob Ichsan Masri kalau kita ajak disksui (lebih tepatnya debat) masih mau mendengarkan walau tetap mempertahan pendapatnya dengan alasan yang jelas.
Selain sifat ceplas-ceplos, ada banyak cerita yang tersebar mengenai kedermawannya.. Mulai biaya USG 4D (kala itu, teknologi tercanggih) yang paling murah, sampai cerita mengenai pasangan yang tidak mampu atau uangnya belum cukup untuk biaya melahirkan tetap di ijinkan pulang. Diikhlaskan, kalau ada rejeki silahkan dicicil, kalau lupa ya biarkan saja.
“Tidak usah ditulis, nanti saya makin banyak musuhnya” Ujar dr.Bob ketika istri coba mewancara dan berniat untuk dijadikan artikel mengenai curhatannya tentang rumah sakit yang semakin komersil.
Diagnosa pada pertemuan pertama kami di klinik dr.Bob adalah, perlunya perawatan suntikkan untuk menguatkan paru janin dalam kandungan, karena ada resiko plasenta previa ditambah riwayat kekentalan darah yang dimiliki istri.
Sederhananya seperti ini, janin dalam bayi butuh asupan makanan yang disalurkan melalui tali pusar. Semakin besar usia janin, semakin besar juga kebutuhan makanan. Kalau ada riwayat kekentalan darah, maka asupan makan akan terhambat atau kurang lancar karena tertahan. Kalau terhambat, janinnya “keburu lapar” bergerak aktif (namanya juga lapar) karena gak ada makanan yang akhirnya akan memaksa keluar diwaktu yang tidak bisa ditebak.
Untuk itu diperlukan suntikan agar paru-paru bisa lebih siap dan kuat ketika si janin memaksa keluar. Usia kandungan istri saat itu adalah 8 bulan. Kami disuruh berdikusi dan disarankan untuk segera perawatan 1x24jam, karena suntikan paru dibagi dalam 4 tahap selama 6 jam sekali.
Akhirnya kami putuskan untuk dirawat, tanpa persiapan apapun, baju hanya ada yang dibadan, beruntung masih punya pegangan uang untuk beli sabun dan perlengkapan lainnya, kurang lebih jam 20.00 kami langsung masuk ruang rawat inap yang isinya, para ibu yang yang sedang mempersiapkan kehamilan dengan berbagai macam kondisi.
Bermalam di klinik yang awalnya hanya untuk cek kandungan dan USG tidak membuat kami panik, yang pertama kami lakukan saat itu menelpon ayah dan ibu di Kreo untuk mengabarkan bahwa kami tidak pulang malam ini dan meminta adik untuk antar pakaian ganti ke klinik esok pagi.
“Tidak usah ditulis, nanti saya makin banyak musuhnya” Ujar dr.Bob ketika istri coba mewancara dan berniat untuk dijadikan artikel mengenai curhatannya tentang rumah sakit yang semakin komersil.
Diagnosa pada pertemuan pertama kami di klinik dr.Bob adalah, perlunya perawatan suntikkan untuk menguatkan paru janin dalam kandungan, karena ada resiko plasenta previa ditambah riwayat kekentalan darah yang dimiliki istri.
Sederhananya seperti ini, janin dalam bayi butuh asupan makanan yang disalurkan melalui tali pusar. Semakin besar usia janin, semakin besar juga kebutuhan makanan. Kalau ada riwayat kekentalan darah, maka asupan makan akan terhambat atau kurang lancar karena tertahan. Kalau terhambat, janinnya “keburu lapar” bergerak aktif (namanya juga lapar) karena gak ada makanan yang akhirnya akan memaksa keluar diwaktu yang tidak bisa ditebak.
Untuk itu diperlukan suntikan agar paru-paru bisa lebih siap dan kuat ketika si janin memaksa keluar. Usia kandungan istri saat itu adalah 8 bulan. Kami disuruh berdikusi dan disarankan untuk segera perawatan 1x24jam, karena suntikan paru dibagi dalam 4 tahap selama 6 jam sekali.
Akhirnya kami putuskan untuk dirawat, tanpa persiapan apapun, baju hanya ada yang dibadan, beruntung masih punya pegangan uang untuk beli sabun dan perlengkapan lainnya, kurang lebih jam 20.00 kami langsung masuk ruang rawat inap yang isinya, para ibu yang yang sedang mempersiapkan kehamilan dengan berbagai macam kondisi.
Bermalam di klinik yang awalnya hanya untuk cek kandungan dan USG tidak membuat kami panik, yang pertama kami lakukan saat itu menelpon ayah dan ibu di Kreo untuk mengabarkan bahwa kami tidak pulang malam ini dan meminta adik untuk antar pakaian ganti ke klinik esok pagi.
Semua berjalan lancar, pagi hari adik mengantar pakaian, siang hari bapak saya dari Bekasi tiba-tiba saja datang menjenguk dan menemani “habis cari spare part mobil dan sambil menuggu buka puasa” ujarnya. Tentunya kami senang ada yang menemani.
Pukul 15.00 suntikan tahap ketiga di berikan dan satu suntikan lagi, jam 21.00 maka kami sudah diperbolehkan pulang.
*Untuk melanjutkan bagian ini, saya harus berhenti dan menata hati, karena ini pengalaman yang sebisa mungkin, saya tidak mau berada dalam kondisi itu lagi. Saya perlu rehat 3-4 hari untuk melanjutkan bagian ini.
Pukul 15.00 suntikan tahap ketiga di berikan dan satu suntikan lagi, jam 21.00 maka kami sudah diperbolehkan pulang.
*Untuk melanjutkan bagian ini, saya harus berhenti dan menata hati, karena ini pengalaman yang sebisa mungkin, saya tidak mau berada dalam kondisi itu lagi. Saya perlu rehat 3-4 hari untuk melanjutkan bagian ini.
Kepanikan Ba’da Ashar di Klinik dokter Bob Ichsan Masri
“Kok kasurku basah, ngompol ya?” Tanya istri dengan penuh keheranan. Tanpa ada perasaan aneh, saya coba cek kasurnya dan ternyata memang basah. Dilain kesempatan, saya baru tahu, cairan yang kami pikir urine, adalah cairan ketuban.Kami pun coba menuju kamar mandi, tak berapa lama, belum sempat kami turun dari kasur, cairan merah gelap tiba-tiba keluar dengan sangat deras. Seketika kami panik, dan memanggil suster. Dari raut wajah suster pun saya bisa membaca kalau mereka panik. Disaat itu, naluri saya membaca, ini bukan kejadian yang biasa.
Dikondisi tersebut, saya tidak bisa berfikir banyak hanya mengikuti instruksi suster yang langsung mengerubungi tempat tidur kami. Setidaknya ada 3-4 suster yang menangani istri. Kain batik, baju daster istri sudah habis untuk mengelap darah yang terus menetes dilantai klinik.
Sore itu, dr.Bob datang tepat waktu dikilinik karena di Rs.Kartika tempat beliau praktek, sedang tidak ada penanganan darurat. Kedatangan dr. Bob Ichsan Masri memang tidak menentu, menunggu selesai jadwal di Rs Kartika, tapi pasti datang ke klinik Duta Merlin.
Dr Bob langsung ambil alih tindakan, secara detil saya tidak ingat apa yang terjadi diruangan tindakan. Saya seperti zombie, hanya bisa melihat istri yang banyak kehilangan darah, memegang kakinya yang mulai dingin dan menatap wajahnya yang tidak terlihat kesakitan malah cenderung tenang.
Justru bapak yang menceritakan apa saja yang terjadi diruang tindakan setelah Dahayu lahir dengan selamat.
“Dokternya canggih, tangan kanan dan kiri Wawa dipasang infus, lalu infusnya di press menggunakan alat tensi manual” Jujur saya ragu apakah benar, atau bapak saya juga panik jadi salah lihat. Tapi saya berasumsi tindakan tersebut agar cairan infusnya bisa lekas masuk untuk menggantikan cairan dan darah yang terlanjur keluar sangat banyak.
“Apa yang ibu rasakan” Kalimat ini yang yang sering saya dengar keluar dari mulut dokter, untuk menganalisa kondisi istri. Beruntung istri tipikal yang aktif berkomunikasi, dan selalu bisa mendeskripsikan kondisi tubuhnya. Dan ini sangat penting, jadi buat siapapun dalam kondisi darurat dalam penangan dokter, harus update apa yang dirasakan agar tenaga medis paham kondisinya, ketimbang meraung-raung kesakitan.
“Saya ngantuk dok” Ujar istri.
“Jangan tidur ya bu” Sahut dr.Bob, disusul para suster yang bergantian mengajak berkomunikasi menjaga agar istri tidak tertidur.
Sepersekian detik nafas ini tercekat, satu hal yang harus saya lakukan saat ini adalah menelpon Ayah Ibu di Kreo untuk mengabarkan kondisi istri. Tapi saya harus bilang apa? Saya tidak mau membuat semua panik, tapi dalam kondisi seperti ini doa orang tua sangat kami butuhkan untuk menenangkan hati ini dan menepis prasangka buruk.
“Ibu minta doanya ya, Wawa lagi ada tindakan dokter karena pendarahan. Pokoknya doakan saja” Kata saya singkat, bukan tidak ingin menjelaskan secara detil, tapi saya tidak kuat menahan suara yang mulai bergetar dan air yang mulai turun dari sudut mata. Sambil bersandar didinding klinik.
Saat dewasa saya jarang menangis, sampai masih ingat momen apa saja saya menangis selain saat Istri dalam kondisi kritis. Dua diantaranya adalah ketika Mamah dan Dayu kembali kepada sang Khalik.
Dinding klinik yang terbuat dari batu bata terasa lemah menopang senderan tubuh saya yang tiba-tiba lunglai duduk dilantai setelah menelpon ibu. Tidak butuh lama, untuk saya berdiri dan kembali masuk kedalam ruang tindakan.
Suasana jauh lebih tenang, Bapak masih memegang tangan istri, pergerakan suster jauh lebih santai sambil membersihkan ruangan sesekali mengecek kondisi istri. Tapi saya tidak melihat dokter Bob Ichsan Masri.
“Istri bapak sudah stabil tapi harus segera dirujuk ke RS Kartika Pulomas, Bayinya masih selamat didalam kandungan, tapi dia kini harus berjuang sendirian tanpa ada asupan makanan dan oksigen”. Mendegar penjelasan dokter, kepanikan yang sempat reda kini kembali memuncak. Membayangkan si kecil Dayu berjuang hidup sendirian didalam perut ibunya.
Sanggupkah dia bertahan? Alhamdulillah Dayu bisa bertahan, walau efeknya ada keterlambatan gerak di sensor motorik otak karena tidak ada asupan oksigen dan makanan selama beberapa waktu.
“Saya shalat maghrib dulu ya pak” Ujar dr. Bob IChsan Masri sesaat kami sudah standby di mobil pribadi dokter (kalau tidak salah merk Nissan Serena) yang sudah disetting sedemikan rupa agar istri nyaman. Ada tabung oksigen 1 kubik yang diikat kebagian tengah mobil, infusan yang di gantung dan satu suster yang menemani sambil membawa berkas.
Senyum Pertama Dahayu Hadiya Raji di RS Kartika Pulomas yang Berhasil Kami Abadikan |
Akses Darurat Untuk Pasien dokter Bob Ichsan Masri
Tantangan selanjutnya adalah menembus kemacetan jakarta dari Harmony ke Pulomas. Jaraknya tidak sampai 10km, tapi ini Jakarta di waktu jam pulang kantor, saya sudah membayangkan hal terburuk, tapi tidak saya ceritakan ke istri yang saat itu sedang mencoba istirahat.
Keajaiban Tuhan, atas doa orang tua, dokter dan suster, perjalanan kami dilancarkan, tidak sampai 30 menit, tanpa pengawalan, kami sudah sampai di RS Kartika.
Sampai di Lobby, istri turun menggunakan kursi roda, sementara dr Bob memarkirkan kendaraan. Yesss, dr Bob yang mengendarai sendiri mobilnya, mengantarkan kami pasiennya yang baru kali pertama bertemu untuk konsultasi.
“Pasien klinik dr Bob” Ujar Suster klinik yang menemani kami kepada suster rumah sakit yang ada dibagian registrasi, sambil memberikan berkas.
Tidak ada hitungan 10 menit, istri langsung dibawa masuk kedalam ruangan untuk operasi cesar. Padahal kami adalah pasien dari klinik kecil di Duta Merlin, bukan pasien asli di rumah sakit tersebut, dan saya hanya bisa memohon maaf dalam hati karena merasa tidak enak melewati antrian beberapa ibu yang akan melahirkan, kalau saja tidak dalam kondisi darurat lebih baiknya sesuai antrian, pikir saya.
Hati saya sudah mulai bisa tenang begitu istri masuk ruang operasi, sebagian besar beban, kepanikan sudah mulai bisa saya kontrol, saya sudah bisa menarik napas sejenak sambil memikiran apa yang harus saya lakukan kemudian.
Kurang lebih antara jam 20.00 s/d 21.00 Dahayu Hadiya Raji lahir, resmi jadi anak Jakarta. Kami memanggilnya si pejuang, pejuang tangguh saat dimasa-masa kelahiran, pejuang bertahan hidup tanpa oksigen dan makanan selama perjalan ke rumah sakit, pejuang saat melakoni terapi motorik tiap minggu dan pejuang ketika 5 hari diruang ICU, sampai Dayu kembali ke sang khalik.
Keajaiban Tuhan, atas doa orang tua, dokter dan suster, perjalanan kami dilancarkan, tidak sampai 30 menit, tanpa pengawalan, kami sudah sampai di RS Kartika.
Sampai di Lobby, istri turun menggunakan kursi roda, sementara dr Bob memarkirkan kendaraan. Yesss, dr Bob yang mengendarai sendiri mobilnya, mengantarkan kami pasiennya yang baru kali pertama bertemu untuk konsultasi.
“Pasien klinik dr Bob” Ujar Suster klinik yang menemani kami kepada suster rumah sakit yang ada dibagian registrasi, sambil memberikan berkas.
Tidak ada hitungan 10 menit, istri langsung dibawa masuk kedalam ruangan untuk operasi cesar. Padahal kami adalah pasien dari klinik kecil di Duta Merlin, bukan pasien asli di rumah sakit tersebut, dan saya hanya bisa memohon maaf dalam hati karena merasa tidak enak melewati antrian beberapa ibu yang akan melahirkan, kalau saja tidak dalam kondisi darurat lebih baiknya sesuai antrian, pikir saya.
Hati saya sudah mulai bisa tenang begitu istri masuk ruang operasi, sebagian besar beban, kepanikan sudah mulai bisa saya kontrol, saya sudah bisa menarik napas sejenak sambil memikiran apa yang harus saya lakukan kemudian.
Kurang lebih antara jam 20.00 s/d 21.00 Dahayu Hadiya Raji lahir, resmi jadi anak Jakarta. Kami memanggilnya si pejuang, pejuang tangguh saat dimasa-masa kelahiran, pejuang bertahan hidup tanpa oksigen dan makanan selama perjalan ke rumah sakit, pejuang saat melakoni terapi motorik tiap minggu dan pejuang ketika 5 hari diruang ICU, sampai Dayu kembali ke sang khalik.
Rutinitas pagi kami bersama Dayu, saat terapi di rumah. |
Pasca operasi cesar, saya hanya bisa melihat Dayu dari balik kaca dan memberikan gambaran ke istri yang masih mengigau sisa bius pasca operasi cesar. Senyuman pertama Dayu sangat indah dan berhasil diabadikan.
Di pojok ruang tunggu rumah sakit, saya melihat bapak yang tertidur berbantalkan tas berisi pakaian. Saya yakin fisik dan mental bapak juga terasa sangat lelah setelah menemani kami. Dan saya pun teringat, kalau beliau belum sempat saya berikan makanan untuk berbuka puasa.
30 menit kemudian seporsi nasi goreng sesuai permintaan beliau sudah siap di santap. Terima kasih sudah menemani secara tak terduga, entah bagaimana kalau siang itu bapak tidak “iseng” mampir ke klinik.
Terima kasih Ibu dan Ayah yang sudah mendoakan kami dari jauh, esok harinya mereka datang menjenguk keadaan anak perempuan satu-satunya dari 8 bersaudara.
Terima kasih Almarhum dr.Bob Ichan Masri atas semua pertolongannya dan semua suster di klinik. Sampai diujung perawatan, klinik dokter Bob masih menawarkan bantuan terkait pembiayan rumah sakit.
“Invoicenya mau ikut harga klinik atau rumah sakit, karena beda harga. Klinik lebih murah” Ujar suster yang menghubungi. Kami putuskan ikut harga rumah sakit walau lebih mahal, karena itu bisa dicover oleh asuransi perusahaan sesuai sistem yang berjalan.
Di pojok ruang tunggu rumah sakit, saya melihat bapak yang tertidur berbantalkan tas berisi pakaian. Saya yakin fisik dan mental bapak juga terasa sangat lelah setelah menemani kami. Dan saya pun teringat, kalau beliau belum sempat saya berikan makanan untuk berbuka puasa.
30 menit kemudian seporsi nasi goreng sesuai permintaan beliau sudah siap di santap. Terima kasih sudah menemani secara tak terduga, entah bagaimana kalau siang itu bapak tidak “iseng” mampir ke klinik.
Terima kasih Ibu dan Ayah yang sudah mendoakan kami dari jauh, esok harinya mereka datang menjenguk keadaan anak perempuan satu-satunya dari 8 bersaudara.
Terima kasih Almarhum dr.Bob Ichan Masri atas semua pertolongannya dan semua suster di klinik. Sampai diujung perawatan, klinik dokter Bob masih menawarkan bantuan terkait pembiayan rumah sakit.
“Invoicenya mau ikut harga klinik atau rumah sakit, karena beda harga. Klinik lebih murah” Ujar suster yang menghubungi. Kami putuskan ikut harga rumah sakit walau lebih mahal, karena itu bisa dicover oleh asuransi perusahaan sesuai sistem yang berjalan.
Terima kasih ya Allah atas semua kemudahannya selama ini, terima kasih sudah mempertemukan kami dengan orang-orang baik, terima kasih sudah memberi kami kesempatan 3.5 tahun belajar mengenal kehidupan baru bersama Dayu.
Terima Kasih
Terima Kasih
Komentar
Paling Banyak di Baca
Tips Jakarta-Bali Lewat Tol Trans Jawa Menggunakan Mobil Pribadi
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Review ASUS VivoBook X441U, Laptop Dengan Suara Menggelegar
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Sebagai seorang ayah, dengan dua anak cewek. Apalagi menunggui disebelah istri sampai lahiran menjadi rasa deg-degan dan harap cemas. Bahkan sampai saat ini, saya pun sengaja merelakan karir di jakarta untuk pulang kampong,karena saya tidak ingin terlewat masa membesarkan anak. Dan kedekatan dengan anak, baru saya rasakan saat ini. Bantuan dokter terbaik, apalagi telah membantu dengan tulus menjadi hal penting yang selalu bisa diingat. Semoga bang sattoraji bisa merasakan nikmatnya dekat dengan anak dengan profesi blogger saat ini....
BalasHapusAmin, mungkin naif, tapi bersama keluarga kadang bisa mengalahkan segalanya. Walau bekerja mati2an juga ujung2nya untuk keluarga.
HapusKebayang paniknya
BalasHapusHatiku gerimis baca tulisan ini
Mengingatkan 12 tahun lalu berada dalam situasi yang sama. Persis begini. Placenta Previa, ketuban pecah dini, pendarahan sampai bankir-banji. Lalu SC lebih awal dari jadwal. Sampai sekarang rasanya masih nyesek.
Mas Satto dan mbak Wawa kuat banget. Orang-orang pilihan.
Dahayu cantik banget, senyuman pertamanya sungguh menghangatkan hati. Pasti langsung hilang semua galau dan lelah lihat senyuman itu ya
Doa terbaik buat Dahayu yang sedang bermain di taman surga
Doa terbaik juga buat dr.Bob yang tulus mengamalkan ilmunya untuk kebaikan
Terima kasih sudah menyempatkan membaca, salam untuk keluarga
HapusSediih bacanyaaaa :((((
BalasHapusAlfatehah buat Dayu dan dr. Bob Ichsan Masri ya mas :(
Semoga mas Satto dan mba Wawa bisa diberikan pengganti Dayu secepatnya serta selalu dalam keadaan sehat wal afiat ya.
Ya Allah, mbrebes mili saya. Mba mas yang kuat banget. Kak Dayu yang manis banget. dr Bob yang baik banget.
BalasHapusJujur saja, masuk IGD di Trimester Ketiga pun membuat saya berpikir macam macam tentang kondisi saya yang hamil anak ketiga.
BalasHapusSaya sudah bilang ke suami, harus siap dengan segala risiko nantinya.
Melihat dua anak perempuan yang saat ini 7 dan 2 tahun bikin saya sedih jika memang harus berpisah.
Namun, saya masih berharap dilancarkan kelak dan tidak ada hal kritis yang terjadi
Saya minta ampun ke diri, Tuhan dan semua orang yang mungkin terluka dengan sikap dan perkataan saya. Semoga masih ada usia lebih panjang untuk jadi orang lebih baik lagi bersama cadebay nanti...
Kak Satto dan Kak Wawa, kalian oramg pilihan. Percayalah bahwa kebahagiaan kalian kelak saat di surga banyak yang iri akan hal tersebut
Tersenyum dan tetaplah jadi orang baik seperti saya mengenal di awal kalian berdua
Doaku agar kalian selalu dimudahkan hidup dan rezekinya...
Al Fatihah utk anak cantik sholehah Dahayu dan dokter Bob. Rumah sakit jadi tempat tidak terlupakan mas. Saya dan suami bisa nangis lagi deh kalau ingatnya.
BalasHapusmas Satto dan mba Wawa moga diberikan yg terbaik oleh Allah, lancar segala urusannya, sehat terus yaaa..
Innalilahi wa innailaihirojiun.. dulu sempet pengen banget periksa di dr.Bob jika hamil anak kedua karena denger pengalaman temen2 yang pernah ditangani oleh dr. Bob, ternyata belum rezeki. Semoga dr. Bob husnul khotimah , sehat2 ya Mas Satto dan Mba Wawa 😊
BalasHapusMasya Allah 😭😭... Perjuangan banget kak Wawa, jadi inget lahiran Almira 1 Maret 2021 kemaren, prematur 35 Minggu, dengan infeksi lambung, sesak nafas dan pembekuan darah. Al Fatihah untuk Dayu 🙏, juga alm. dr. Bob. Semoga Kak Satto dan kak Wawa selalu diberikan kesehatan dan yang terbaik untuk semuanya aamiin ya rabbal'aalaamiin 🤲
BalasHapuswah baru tahu beliau sudah berpulang, inshaallah husnul khotimah aamiin. tulisannya bikin ku menangis semoga mas satto dan mbak wawa selalu diberikan keluasan hati aamiin
BalasHapus..... T_T
BalasHapusSebagai sesama suami dan ayah, jujur saya menangis membaca tulisan anda, tidak terbayang roller coaster mental yang dihadapi. Apalagi sampai akhirnya ditinggal si buah hati ke surga, InshaAllah ditempatkan di tempat terbaik di sisi Allah.
BalasHapusIstri saya juga salah satu pasien Alm. dr Bob, sejak ikut promil anak pertama sampai kehamilan anak kedua, yang terpaksa harus mencari dokter lain di bulan kehamilan ke 8 karena Allah memanggil si orang baik, dr Bob.
Memang pemikiran Alm. agak berbeda dengan Obgyn kebanyakan, beliau menggabungkan ilmu sains dan agama yang saya rasa sangat rasional dan saat dijalankan, alhamdulillah baik hasilnya. Sampai saya coba tiga dokter lain, yang notabene cukup terkenal juga, saya merasa tidak sreg dan tidak dapat memberikan kepercayaan kepada dokter-dokter tersebut. Karena kalau dengan Alm. dr Bob, saya merasakan kenyamanan, keamanan, dan keyakinan yang tinggi, bisa dibilang saya yakin InshaAllah jika Alm. dr Bob yang mengurusi istri saya, istri dan anak saya bisa sehat dan selamat.
Alfatihah untuk Almarhumah Dayu dan Almarhum dr Bob Ichsan Masri..
Sedih bacanya anak saya juga lahir atas tangan dingin pak bob semoga almarhum diterima disisi Nya dan banyak dokter2 lain yang mengikuti jejak beliau
BalasHapusAnak ke 2 sampe ke 4 lahir dengan dr bob semua😊
BalasHapusAdakah penerus dokter bob? 😭baru tau loh beliau sudah almarhum
BalasHapusإِنَّا لِلهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ،
BalasHapusاَللهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ
saya baru mendengar kabar beliau hari ini. Saya berjuang mendapatkan anak dengan bantuan dan bimbingan beliau, sewaktu masih di Harmoni. Saya terapi ozon disana.
Tahun 2013 -2015 saya mendapatkan putri yg kelahiran nya pun ditangani langsung oleh beliau, luar biasa lahir bokong duluan dgn normal. Beliau pun berterima kasih kepada kami yg begitu nurut dan percaya dengan beliau, sampai datang untuk lahiran sesuai tgl yg beliu jadwalkan 14 mei tanpa menunggu mulas. Dan 2015 lahir putri kami. Beberapa waktu setelah beliau pindah ke rawamangun terakhir saya mengabarkan putri kami kebeliau dgn mengirim kangoto dan voice note hafalan Puteri kami, waktu itu saya berterima kasih dan mendoakan beliau.
Semoga Jannah tempat beliu kembali. aamiin
Beberapa Hari lalu coba WA ke Hp Beliau tapi cuma ceklis 1, Berusaha nyari info ternyata nemu ini, bawah beliau sudah wafat. Langsung nangis bacanya. Beliau sangat baik, sambil konsul tentang kandungan, beliau juga mengajari saya ilmu² agama. Semog Dokter Bob Ditempatkan di tempat yang paling amulia Disisi Allah. Aamiin Ya Rabb
BalasHapusSaya mau periksa kehamilan istri saya, adakan penerus dr. Bob, mohon info nya
HapusDokter yang memperjuangkan lahiran normal
BalasHapusTahun 2013 dan 2017 anak saya lahir di klinik dokter Bob harmoni anak 2 dan ke 3 Alhamdulillah semuanya lancar.
BalasHapusBaca cerita ini rasanya sedih dan menitikan air mata, digemerlapnya ibukota masih ada dokter yg luar biasanya mau membantu dg tdk materialistis, kedua anak sy ditangani dokter bob semua.... Sudah tdk ada sosok sperti beliau lg.. al fatihah insyaAlloh semua amalan beliau diterima Alloh Swt
BalasHapus