Artikel Populer Bulan Ini
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Label
Ciri-Ciri Fintech Yang Terdaftar Di OJK
Beberapa bulan kebelakang, istilah Fintech sedang ramai di perbincangkan. Heboh dan penuh drama, melebih akun sosial media yang dulunya ngebahas gosip selebritis sekarang beralih bahas politik. Sebelum saya bahas ciri-ciri fintech yang terdaftar di OJK (otoritas jasa keuangan), ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu apa itu fintech.
Hadir di acara sosialisasi program fintech peer to peer lending “Kemudahan Dan Risiko untuk Konsumen” yang diadakan oleh TEMPO Media pada 23 November 2018 lalu, saya semakin memahami apa itu Fintech dan ciri-ciri fintech yang terdaftar di OJK.
Fintech (Financial Technology) menurut Hendrikus Passagi selaku Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK adalah layanan atau jasa keuangan yang berbasis teknologi.
Acara yang dimoderatori oleh Ali Nuryasin yang merupakan Redaktur Ekonomi Tempo, menghadirkan narasumber Ketua Bidang Kelembagaan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tumbur Pardede.
Dan pada kesempatan tersebut hadir pula dua perwakilan dari pengelola platform Fintech, yaitu Zulfitra Agusta selaku Chief Commercial Officer Crowdo Indonesia dan Surya Wijaya selaku Chief Information Officer KlikAcc.
Menurut OJK, Fintech pada dasarnya terbagi menjadi 4 karateristik, Payment, Settlement, and Clearing; Market Aggregator; Risk and Investment Management; dan yang terakhir Crowdfunding dan Peer to Peer Lending.
Ada dua klasifikasi yang sangat dekat dengan masayarakat umum, yaitu Payment, Settlement, and Clearing diatur langsung oleh BI. Fintech type ini biasanya digunakan untuk perbankan, transaksi jual beli online termasuk e-wallet dan payment gateway.
Lalu Crowdfunding dan Peer to Peer Lending, melalui fintech ini, pengguna memungkinkan memperoleh sejumlah pinjaman uang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di setiap penyedia jasa. Selain itu juga crowdfounding bisa digunakan untuk mengumpulkan dana sosial yang nantinya disalurkan kepada yang membutuhkan.
“Adapakah dengan saudara kita si Anu, apakah dia baik-baik saja?” Ujar kawan saya.
“Udah lama gak kelihatan Bang, emangnya ada apa”. Seorang kawan lainnya coba menjawab.
“Ada yang menelpon dan kirim pesan ke saya, mencari saudara kita si Anu. Katanya dia ada tunggakan yang harus dibayar”.
Dan dialog singkat yang tidak berlanjut panjang tersebut menemui benang merahnya sekarang.
Kalau saya boleh menganalisa, kemungkinan besar sahabat saya si Anu ini terkait tunggakan fintech. Pertanyaannya adalah, kok bisa penyelenggara fintech tersebut menghubungi kawan kami padahal dia bukan merupakan sanak famili.
Fintech yang menjanjikan pinjaman cepat dengan syarat (sangat) mudah sudah makin menjamur. Dan makin banyak orang-orang yang terjerat dengan tipu daya mereka.
Saya tidak mencoba membela si Anu yang kemungkinan telat membayar atau meminjam uang untuk kebutuhan konsumerisme, tapi jika ada platform fintech yang mengakses data nomor kontak di smartphone kita, maka itu salah satu indikator fintech ilegal dan belum terdaftar di OJK.
Kita harus mengetahui beberapa ciri-ciri fintech yang terdaftar di OJK jika kita ingin menggunakan jasa fintech peer to peer lending atau pembiayaan pinjaman adalah:
Contoh, kalau kita membutuhkan pinjaman untuk usaha dan butuh cepat di akhir pekan, tentu tidak mungkin mengandalkan perbankan disituasi seperti ini.
Dengan waktu singkat, dana bisa cair. Namun bak buah simalakama, kemudahan ini juga bisa berbahaya jika digunakan dengan tidak bijak. Jadi kalau memang tidak berkemampuan untuk mengembalikan dan meminjam bukan untuk hal yang produktif lebih menjurus konsumerisme.
Lalu bagaimana triknya agar kita tidak terjebak dalam lingkaran yang fintech yang tidak bertanggung jawab?
Semakin banyak laporan mengenai fintech ilegal ini semakin baik agar pihak kepolisian bisa bertindak. OJK akan terus mengawasi, tapi memang tidak bisa mengintervensi untuk melarang aplikasi fintech ilegal yang selalu bermunculan di Google playstore.
Hendrikus Passagi memberikan gambaran kepada semua yang hadir, bahwa fintech membawa banyak manfaat. “Jangan hanya beritakan sisi negatif dari fintech”, tutup Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK.
(kiri-kanan) Ali Nuryasin, Hendrikus Passagi, Zulfitra Agusta, Surya Wijaya dan Tumbur Pardede |
Fintech (Financial Technology) menurut Hendrikus Passagi selaku Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK adalah layanan atau jasa keuangan yang berbasis teknologi.
Acara yang dimoderatori oleh Ali Nuryasin yang merupakan Redaktur Ekonomi Tempo, menghadirkan narasumber Ketua Bidang Kelembagaan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tumbur Pardede.
Dan pada kesempatan tersebut hadir pula dua perwakilan dari pengelola platform Fintech, yaitu Zulfitra Agusta selaku Chief Commercial Officer Crowdo Indonesia dan Surya Wijaya selaku Chief Information Officer KlikAcc.
Menurut OJK, Fintech pada dasarnya terbagi menjadi 4 karateristik, Payment, Settlement, and Clearing; Market Aggregator; Risk and Investment Management; dan yang terakhir Crowdfunding dan Peer to Peer Lending.
Ada dua klasifikasi yang sangat dekat dengan masayarakat umum, yaitu Payment, Settlement, and Clearing diatur langsung oleh BI. Fintech type ini biasanya digunakan untuk perbankan, transaksi jual beli online termasuk e-wallet dan payment gateway.
Lalu Crowdfunding dan Peer to Peer Lending, melalui fintech ini, pengguna memungkinkan memperoleh sejumlah pinjaman uang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di setiap penyedia jasa. Selain itu juga crowdfounding bisa digunakan untuk mengumpulkan dana sosial yang nantinya disalurkan kepada yang membutuhkan.
Ciri-Ciri Fintech Peer to Peer Lending Yang Terdaftar Di OJK
Beberapa bulan lalu melalui group pesan di smartphone saya, terjadi percakapan yang menggelitik. Kawan dekat di masa kuliah bertanya keadaan kabar kawan kami yang sudah lama tidak terdengar kabarnya.“Adapakah dengan saudara kita si Anu, apakah dia baik-baik saja?” Ujar kawan saya.
“Udah lama gak kelihatan Bang, emangnya ada apa”. Seorang kawan lainnya coba menjawab.
“Ada yang menelpon dan kirim pesan ke saya, mencari saudara kita si Anu. Katanya dia ada tunggakan yang harus dibayar”.
Dan dialog singkat yang tidak berlanjut panjang tersebut menemui benang merahnya sekarang.
Kalau saya boleh menganalisa, kemungkinan besar sahabat saya si Anu ini terkait tunggakan fintech. Pertanyaannya adalah, kok bisa penyelenggara fintech tersebut menghubungi kawan kami padahal dia bukan merupakan sanak famili.
Fintech yang menjanjikan pinjaman cepat dengan syarat (sangat) mudah sudah makin menjamur. Dan makin banyak orang-orang yang terjerat dengan tipu daya mereka.
Saya tidak mencoba membela si Anu yang kemungkinan telat membayar atau meminjam uang untuk kebutuhan konsumerisme, tapi jika ada platform fintech yang mengakses data nomor kontak di smartphone kita, maka itu salah satu indikator fintech ilegal dan belum terdaftar di OJK.
Kita harus mengetahui beberapa ciri-ciri fintech yang terdaftar di OJK jika kita ingin menggunakan jasa fintech peer to peer lending atau pembiayaan pinjaman adalah:
- Kantor dan pengelola tidak jelas dan sengaja disamarkan keberadaannya. Kalau memang benar, kenapa kantornya harus disamarkan.
- Syarat dan proses peminjaman sangat mudah, kadang yang terlalu medah malah akan menjebak.
- Tidak hanya menyalin seluruh data nomor telepon, tapi semua foto-foto dari handphone calon peminjam pun di salin.
- Tingkat bunga dan denda sangat tinggi dan diakumulasikan setiap hari tanpa batas, tidak lebih seperti rentenir dibalut teknologi.
- Melakukan penagihan online dengan cara intimidasi dan mempermalukan para peminjam melalui seluruh nomor handphone yang sudah disalin. Ini sepertinya yang terjadi oleh kawan saya.
Contoh, kalau kita membutuhkan pinjaman untuk usaha dan butuh cepat di akhir pekan, tentu tidak mungkin mengandalkan perbankan disituasi seperti ini.
Dengan waktu singkat, dana bisa cair. Namun bak buah simalakama, kemudahan ini juga bisa berbahaya jika digunakan dengan tidak bijak. Jadi kalau memang tidak berkemampuan untuk mengembalikan dan meminjam bukan untuk hal yang produktif lebih menjurus konsumerisme.
Lalu bagaimana triknya agar kita tidak terjebak dalam lingkaran yang fintech yang tidak bertanggung jawab?
- Cek legalitas perusahaan fintech tersebut apakah sudah terdaftar atau berizin di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jika belum maka jangan melakukan peminjaman pada perusahaan tersebut.
- Nominal pinjaman wajib sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan meluniasi (maksimal 30% dari penghasilan), jadi jangan maksain diri untuk pinjam banyak padahal tidak akan mampu membayar.
- Baca dan cermati baik-baik syarat dan ketentuan (misalnya bunga dan denda) dari perusahaan peminjam, dan tidak semua perusahaan fintech lending memiliki syarat dan ketentuan yang sama.
- Sebelum melakukan peminjaman, bisa lakukan perbandingan penawaran peminjaman antar perusahaan fintech lending yang ada.
- Bila terjadi permasalahan atau pelanggaran dengan perusahaan fintech yang terdaftar di OJK maka bisa melaporkannya ke Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dan OJK.
Semakin banyak laporan mengenai fintech ilegal ini semakin baik agar pihak kepolisian bisa bertindak. OJK akan terus mengawasi, tapi memang tidak bisa mengintervensi untuk melarang aplikasi fintech ilegal yang selalu bermunculan di Google playstore.
Hendrikus Passagi memberikan gambaran kepada semua yang hadir, bahwa fintech membawa banyak manfaat. “Jangan hanya beritakan sisi negatif dari fintech”, tutup Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK.
Ciri-Ciri Fintech Yang Terdaftar Di OJK
Paling Banyak di Baca
Tips Jakarta-Bali Lewat Tol Trans Jawa Menggunakan Mobil Pribadi
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Review ASUS VivoBook X441U, Laptop Dengan Suara Menggelegar
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar
Yesss, Terima kasih sudah membaca dan sampai dihalaman komentar
silahkan komentar atau kritik dengan bahasa yang positif.
Jangan tinggalkan link hidup, saya akan berusaha untuk mengunjungi blog teman-teman semua.